SEDIMENTASI,
EROSI, DAN EUTROFIKASI
Disusun untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Ekologi Akuatik
Disusun
oleh:
1.
ENI
YUPIKA
|
J2B
008 029
|
2.
NOVI
SULTONIA FARIDA
|
J2B
008 053
|
3.
ANINDITIA
SABDANINGSIH
|
J2B
009 003
|
4.
RADITA
SEKARNINGRUM
|
J2B
009 007
|
5.
LARAS
SATY
|
J2B
009 008
|
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
2012
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL............................................................................................... i
DAFTAR
ISI............................................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang............................................................................................... 1
1.2 Perumusan
Masalah........................................................................................ 2
1.3 Tujuan
........................................................................................................... 2
II. ISI
2.1 Pengertian
Sedimentasi.................................................................................. 3
2.2 Sumber
Sedimen............................................................................................ 4
2.3 Proses
Sedimentasi......................................................................................... 4
2.4 Pengertian
Erosi............................................................................................. 5
2.5 Penyebab
Erosi............................................................................................... 6
2.5.1
Faktor Iklim.......................................................................................... 6
2.5.2
Faktor Tanah......................................................................................... 7
2.5.3
Faktor Topografi................................................................................... 8
2.5.4
Faktor Vegetasi..................................................................................... 9
2.5.5
Faktor Manusia..................................................................................... 9
2.6 Jenis
Erosi...................................................................................................... 10
2.6.1Erosi
Air................................................................................................. 10
2.6.2Erosi
Angin............................................................................................ 11
2.6.3Erosi
Gletser........................................................................................... 11
2.7 Dampak
Erosi ................................................................................................ 11
2.8 Pengertian
Eutrofikasi.................................................................................... 12
2.9 Proses
Eutrofikasi.......................................................................................... 12
2.10 Dampak Eutrofikasi..................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia
memperlihatkan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus
penduduk 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah
32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Sejalan dengan pertambahan penduduk, terjadi
pula peningkatan kebutuhan lahan untuk memenuhi berbagai aktivitas pembangunan,
hal ini tidak sebanding dengan luas lahan yang ada. Sumber daya lahan yang
tersedia jumlahnya tetap dan sangat terbatas. Kondisi ini akan meningkatkan
tekanan penduduk terhadap sumber daya lahan, apabila dibiarkan terus menerus,
maka dapat menyebabkan degradasi lahan.
Degradasi lahan yang terjadi akan mengakibatkan meluasnya kerusakan lahan
terutama kerusakan lahan hutan. Pengurangan luas hutan yang masih berlangsung
sampai saat ini disebabkan antara lain oleh penebangan liar, pembukaan hutan,
dan lain sebagainya akan mengakibatkan terganggunya hutan. Kerusakan ini akan
berakibat semakin meluasnya lahan kritis, terutama lahan kritis dalam Daerah
Aliran Sungai (DAS). Kerusakan lahan di DAS akan mengakibatkan kerusakan pada
banyak hal seperti, air sungai yang sangat keruh, pendangkalan di sungai dan
waduk (sedimentasi), penggerusan tebing sungai, pencucian hara tanah,
menipisnya solum tanah, dan menurunnya produktivitas lahan yang merupakan
sebagian dari dampak terjadinya erosi.
Terbatasnya lahan untuk tempat tinggal manusia
juga mempengaruhi sedikitnya volume
tempat penampungan sampah, hal ini tentunya turut berperan dalam
pencemaran lingkungan baik tanah, air, maupun udara. Tidak jarang pula penduduk
lebih memilih membuang sampah di sungai daripada di tempat sampah. Kebiasaan
ini akan berdampak pada lingkungan, selain menimbulkan bau menyengat, hal ini
juga menyebabkan eutrofikasi yang dapat menurunkan kualitas perairan menurun
baik pada kualitas air maupun biota perairan yang ada di sungai.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian tersebut
maka rumusan masalah makalah ini yaitu apakah pengertian dari sedimentasi,
erosi, dan eutrofikasi; bagaimana proses terjadinya, jenis, dan akibat dari
ketiga hal tersebut (sedimentasi, erosi, dan eutrofikasi).
1.3
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah
ini untuk mngetahui pengertian, proses terjadinya, jenis, dan akibat dari
sedimentasi, erosi, dan eutrofikasi.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Sedimentasi
Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan,
erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap dibagian
bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai, dan waduk.
Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari
erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan
tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen
terlarut dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran
langsung di dalam waduk, dengan kata lain bahwa sedimen merupakan pecahan,
mineral, atau material organik yang ditransforkan dari berbagai sumber dan
diendapkan oleh media udara, angin, es, atau oleh air dan juga termasuk
didalamnya material yang diendapakan dari material yang melayang dalam air atau
dalam bentuk larutan kimia (Asdak, 2007).
Sedimentasi sendiri merupakan suatu proses pengendapan material
yang ditranspor oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan.
Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material
yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang
terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material
yang diangkut oleh angin. Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan
hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air,
angin, dan gletser. Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan
halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang
lebih rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan
material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya
angkutnya. pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau
angin tadi membuat terjadinya sedimentasi (Soemarto,1995).
Proses dari transpor sedimen
pada muara sangat kompleks dan hal ini dapat menyulitkan dalam memahamai pola
dari akumulasi sedimen. Masukan utama sedimen yang ada di muara seringkali
berasal dari sungai, dengan ukuran butitran yang berkisar dari kerikil hingga
butiran pasir. Sumber utama sedimen penting lain umunya terbawa ke muara dari
lingkungan laut, misal daerah pantai, dikirm ke daerah muara oleh arus pasang
surut yang mengalir ke mulut muara. Tetapi umumnya sumber sedimen didominasi
oleh suplai sungai tersebut. Kontribusi sedimen berasal dari sungai dan
material yang berasal dari laut bebas kemudian bercampur di daerah muara.
Percampuran ini kemudian dikendalikan oleh mekanisme sedimen transpor yang
dihasikan dari arus sungai dan pergerakan pasang surut serta pola sirkulasi
yang ada di daerah muara tersebut. Proses sedimen transpor ini bervariasi dari
jam ke musim tergantung dari tahapan pasang surut (Arsyad, 2010).
2.2 Sumber Sedimen
Setiap sungai membawa sejumlah sedimen terapung
(suspended sediment) serta menggerakkan bahan-bahan padat di sepanjang
dasar sungai sebagai muatan dasar (bed load). Berat jenis bahan-bahan
tanah adalah kira-kira 2,65 g/cc, maka partikel-partikel sedimen terapung
cenderung untuk mengendap ke dasar alur, tetapi arus ke atas pada aliran
turbulen menghalangi pengendapan secara gravitasi tersebut. Sedimen yang
terkandung dalam air dan mencapai suatu waduk, maka kecepatan dan turbulensinya
akan sangat jauh berkurang. Muatan sedimen terapung pada sungai-sungai dikur
dengan cara mengambil contoh air, menyaringnya untuk memisahkan sedimen,
mengeringkannya, dan kemudian menimbang bahan-bahan yang disaring tersebut.
Muatan sedimen dinyatakan dalam parts per million (ppm). Sedimen yang
tererasi dalam suatu lembah sungai dalam suatu kejadian hujan dapat diendapkan
di alur sungai dan tinggal disana hingga hujan berikutnya mendorongnya ke
hilir. Bagian-bagian tertentu dari lembah sungai mungkin lebih peka terhadap
erosi daripada bagian-bagian lainnya, sehingga muatan sedimen yang lebih besar
dapat diharapkan bila curah hujan terpusat pada daerah semacam ini (Sasongko,
1991).
2.3 Proses Sedimentasi
Proses sedimentasi meliputi proses erosi,
angkutan (transportasi), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction)
dari sedimen itu sendiri. Dimana proses ini berjalan sangat kompleks, dimulai
dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan
dari proses erosi. Begitu tanah mnjadi partikel halus lalu menggelinding
bersama aliran, sebagian tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya
masuk ke sungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen (Soewarno, 1991).
Sedimen yang sering djumpai di dalam sungai,
baik terlarut atau tidak terlarut, adalah merupakan produk dari pelapukan
batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama perubahan iklim.
Hasil pelapukan batuan induk tersebut kita kenal sebagai partikel-partkel
tanah. Pengaruh tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan (untuk kasus
di daerah tropis), partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan
terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai dan
dikenal sebagai sedimen. Adanya transpor sedimen dari tempat yang lebih tinggi
ke daerah hilir dapat menyebabkan pendangkalan waduk, sungai, saluran irigasi,
dan terbentuknya tanah-tanah baru di pinggir-pinggir sungai (Asdak, 2007).
Kapasitas angkutan sedimen pada penampang
memanjang sungai adalah besaran sedimen yang lewat penampang tersebut dalam
satuan waktu tertentu. Terjadinya penggerusan, pengendapan atau mengalami
angkutan seimbang perlu diketahui kuantitas sedimen yang terangkut dalam proses
tersebut. Sungai disebut dalam keadaan seimbang jika kapasitas sedimen yang
masuk pada suatu penampang memanjang sungai sama dengan kapasitas sedimen yang
keluar dalam satuan waktu tertentu. Pengendapan terjadi di mana kapasitas
sedimen yang masuk lebih besar dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan
waktu, sedangkan penggerusan adalah suatu keadaan dimana kapasitas sedimen yang
masuk lebih kecil dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu (Saud,
2008).
2.4 Pengertian Erosi
Erosi
adalah pengikisan dan perpindahan tanah dari suatu tempat ke tempat lain yang
diakibatkan oleh media alami. Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab
utama dalam terjadinya kemerosotan produktivitas tanah-tanah pertanian, dan
kemerosotan kuantitas serta kualitas air. Erosi itu sendiri meliputi proses :
pelepasan partikel-partikel tanah (detachment), penghanyutan
partikel-partikel tanah (transportation), dan pengendapan partikel-
partikel tanah yang telah terhanyutkan (deposition) (Foster and Meyer,
1973) dalam Arsyad S, (2010). Besarnya erosi pada suatu lahan ditentukan oleh
lima faktor yaitu jumlah dan intensitas hujan (erosivitas hujan); kepekaan
tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah); bentuk lahan (kemiringan dan panjang
lereng); vegetasi penutup tanah; dan tingkat pengelolaan tanah.
Erosi
tanah bukan saja disebabkan oleh penduduk sekitar hutan, tetapi secara
menyeluruh penyebab erosi tanah adalah meningkatnya kebutuhan manusia akan
sumber daya alam yang tersedia makin tertekan, terutama hutan, sehingga
menyebabkan tingkat erosi tanah makin tinggi dan secara otomatis diikuti
kehilangan air (Arsyad S, 2010), sedangkan menurut Utomo (1989) Erosi merupakan
proses dimana tanah, bahan mineral dilepaskan dan diangkut oleh air, angin atau
gaya berat. Tanah longsor dan batu-batuan berjatuhan (mass wastage)
merupakan akibat dari gaya berat yang makin ditingkatkan oleh air.
2.5 Penyebab Erosi
2.5.1 Faktor
Iklim
Pengaruh
iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengaruh
langsung adalah melalui tenaga kinetik air hujan, terutama intensitas dan
diameter butiran air hujan. Hujan yang intensif dan berlangsung dalam waktu
pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar dari pada hujan dengan
intensitas lebih kecil dengan waktu berlangsungnya hujan lebih lama. Pengaruh
iklim tidak langsung ditentukan melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan
vegetasi, dengan kondisi iklim yang sesuai, vegetasi dapat tumbuh secara
optimal. Sebaliknya, pada daerah dengan perubahan iklim besar, misalnya di
daerah kering, pertumbuhan vegetasi terhambat oleh tidak memadainya intensitas
hujan, tetapi sekali hujan turun, intensitas hujan tersebut umumnya sangat
tinggi (Asdak, 2002).
Proses
erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat-agregat tanah sebagai
akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar dari pada daya tahan tanah. Hancuran dari
tanah ini akan menyumbat pori-pori tanah, maka kapasitas infiltrasi tanah akan
menurun dan mengakibatkan air mengalir di permukaan tanah dan disebut sebagai
limpasan. Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut
pertikel-partikel tanah yang telah dihancurkan. Selanjutnya jika tenaga
limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi mengangkut bahan-bahan ini akan
diendapkan. Dengan demikian ada tiga proses yang bekerja secara berurutan dalam
proses erosi, yaitu diawali dengan penghancuran agregat-agregat, pengangkutan,
dan diakhiri dengan pengendapan (Utomo, 1989).
2.5.2 Faktor
Tanah
Sifat-sifat
tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik,
kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah. Berbagai tipe
tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah
atau mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat
fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi
erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas,
dan kapasitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
ketahanan struktur, terhadap dispersi, dan penghancuran agregat tanah oleh
tumpukan butir-butir hujan dan aliran permukaan (Arsyad S, 2010).
Menurut
Asdak (2002), Empat sifat tanah yang penting dalam menentukan erodibilitas
tanah (mudah tidaknya tanah tererosi) adalah :
a)
Tekstur tanah
Tekstur tanah biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi
partikel-partikel tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur
utama tanah adalah pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Di lapangan, tanah
terbentuk oleh kombinasi ketiga unsur tersebut. Misalnya, tanah dengan unsur
dominan liat, ikatan antar partikel-partikel tanah tergolong kuat dan dengan
demikian tidak mudah tererosi. Sebaliknya, pada tanah dengan unsur utama debu
dan pasir lembut serta sedikit unsur organik, memberikan kemungkinan yang lebih
besar untuk terjadinya erosi.
b)
Unsur organik
Unsur organik terdiri atas
limbah tanaman dan hewan sebagai hasil proses dekomposisi. Unsur organik
cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas
tanah. Kumpulan unsur organik diatas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan
air larian, dan dengan demikian menurunkan potensi terjadinya erosi.
c)
Struktur tanah
Struktur tanah adalah susunan
partikel-partikel tanah yang membentuk agregat. Struktur tanah mempengaruhi
kemampuan tanah dalam menyerap air tanah. Misalnya struktur tanah yang
mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air larian, dan dengan demikian,
menurunkan laju air larian dan memacu pertumbuhan tanaman.
d) Permeabilitas
tanah
Permeabilitas tanah menunjukan kemampuan tanah
dalam meloloskan air. Struktur dan tekstur tanah serta unsur organik lainnya
ikut ambil bagian dalam menentukan permeabilitas tanah. Tanah dengan
permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi dan dengan demikian, menurunkan
laju air larian.
2.5.3 Faktor
Topografi
Topografi
yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau
lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya
dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian
tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang
berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari.
Kemiringan
dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan karakteristik topografi
suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut penting untuk terjadinya
erosi karena faktor-faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume
air larian. Kecepatan air larian yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan
lereng yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada
saluran-saluran sempit yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur
dan erosi parit. Kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi. Lereng
bagian bawah lebih mudah tererosi dari pada lereng bagian atas karena momentum
air larian lebih besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika
mencapai lereng bagian bawah. Daerah tropis dengan topografi bergelombang dan curah
hujan tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi dan tanah longsor (Asdak,
2002).
2.5.4 Faktor
Vegetasi
Vegetasi
merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu
vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang
lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Bagian
vegetasi yang ada diatas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap
energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah. Sedangkan
bagian vegetasi yang ada didalam tanah, yang terdiri atas sistem perakaran akan
meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Styczen and Morgan, 1995 dalam Arsyad S,
2010).
2.5.5 Faktor
Manusia
Perbuatan
manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan
intensitas erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal
lainnya untuk tanaman perladangan, dan lain sebagainya. Maka dengan praktek
konservasi, tanaman diharapkan dapat mengurangi laju erosi yang terjadi. Faktor
penting yang harus dilakukan dalam usaha konservasi tanah,yaitu teknik
inventarisasi dan klasifikasi bahaya erosi dengan tekanan daerah hulu. Untuk
menentukan tingkat bahaya erosi suatu bentang lahan diperlukan kajian terhadap
empat faktor, yaitu jumlah, macam dan waktu berlangsungnya hujan serta
faktor-faktor yang berkaitan dengan iklim, jumlah dan macam tumbuhan, penutup
tanah, tingkat erodibilitas di daerah kajian, dan keadaan kemiringan lereng
(Asdak, 2002).
2.6 Jenis Erosi
2.6.1 Erosi
Air
Suripin (2002) memaparkan mengenai jenis eosi berdasarkan bentuknya
yaitu :
a)
Erosi percikan (splash erosion)
Erosi percikan adalah erosi
oleh butiran air hujan yang jatuh ke tanah. Karena benturan butiran air hujan,
partikel-partikel tanah yang halus terlepas dan terlempar ke udara.
b)
Erosi aliran permukaan
Erosi aliran permukaan adalah
erosi yang terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi
kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air tanah. Mengingat bahwa aliran permukaan
terjadi tidak merata dan arah alirannya tidak beraturan, maka kemampuan untuk
mengikis tanah juga tidak sama atau tidak merata untuk semua tempat.
c)
Erosi alur (Riil erosion)
Erosi alur yaitu erosi oleh
air yang mengalir di permukaan tanah ke arah bawah lereng sebagai akibat
terkonsentrasi aliran permukaan sehingga membentuk alur-alir kecil dengan
kedalaman beberapa senti meter. Erosi ini terjadi pada permukaan tanah yang
landai dan memiliki daya tahan yang seragam terhadap erosi.
d)
Erosi parit (Gully erosion)
Erosi parit yaitu erosi oleh air yang mengalir
di permukaan tanah yang miring atau di lereng perbukitan yang membentuk
alur-alur yang dalam dan lebarnya mencapai beberapa meter, hampir sama dengan
erosi alur, sehingga pada mulanya erosi parit ini dianggap sebagai perkembangan
lanjut dari erosi alur.
e)
Erosi Tebing Sungai
Erosi tebing sungai adalah erosi yang terjadi
akibat pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau
oleh terjangan arus air sungai yang kuat terutama pada tikungan-tikungan. Erosi
tebing akan lebih hebat jika tumbuhan penutup tebing telah rusak atau
pengolahan lahan terlalu dekat dengan tebing.
f)
Erosi internal
Erosi internal adalah proses terangkutnya
partikel-pertikel tanah ke bawah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat
adanya aliran bawah permukaan. Akibat erosi ini tanah menjadi kedap air dan
udara, sehingga menurunkan kapasitas infiltrasi dan meningkatkan aliran
permukaan atau erosi alur.
g)
Tanah longsor
Tanah longsor merupakan
bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi pada suatu
saat dalam volume yang relatif besar. Berbeda dengan jenis erosi yang lain,
pada tanah longsor pengangkutan tanah terjadi sekaligus dalam jumlah yang
besar.
h)
Erosi oleh gelombang
Erosi oleh gelombang yaitu
erosi yang terjadi oleh gelombang laut yang memukul ke pantai.
2.6.2 Erosi
Angin
Erosi
angin paling sering disaksikan di daerah-daerah kering di mana angin kencang
sikat terhadap berbagai bentang alam, menerobos dan melonggarkan partikel tanah,
yang terkikis dan diangkut menuju arah di mana angin mengalir. Contoh terbaik
dari struktur yang dibentuk oleh erosi angin adalah batu jamur, biasanya
ditemukan di padang pasir
2.6.3 Erosi
Gletser
Erosi gletser yaitu erosi
yang umumnya terjadi di daerah dingin di ketinggian. Ketika terjadi kontak
antara tanah dengan gletser yang bergerak besamaan menyebabkan tanah tersebut
diangkut oleh gletser, dan ketika mulai mencair maka akan disimpan dalam
perjalanan saat bergerak dalam bentuk bongkahan es.
2.7 Dampak
Erosi
Dampak
dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan
menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari
erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi).
Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan
meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai.
Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya
akan mengendap di sungai (sedimentasi) selanjutnya akibat tingginya sedimentasi
akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan mempengaruhi kelancaran
jalur pelayaran dan lainnya. Erosi tidak hanya menyebabkan kerusakan tanah di
tempat terjadinya erosi, tetapi juga kerusakankerusakan di tempat lain di mana
erosi-erosi tersebut diendapkan (Asdak, 2002).
2.8 Pengertian Eutrofikasi
Eutrofikasi
didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air dengan nutrien atau unsur hara
berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan produktivitas primer perairan. Nutrient yang dimaksud adalah
nitrogen dan fosfor. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu artificial
atau cultural eutrophication dan natural eutrophication. Eutrofikasi
diklasifikasikan sebagai artificial (cultural eutrophication) apabila
peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas manusia dan
diklasifikasikan sebagai natural eutrophication jika peningkatan unsur hara di
perairan disebabkan oleh aktivitas alam (Effendi, 2003).
2.9 Proses Eutrofikasi
Problem
eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh
di danau-danau dan ekosistem air lainnya. Problem ini disinyalir akibat
langsung dari aliran limbah domestik. Hingga saat itu belum diketahui secara
pasti unsur kimiawi yang sesungguhnya berperan besar dalam munculnya
eutrofikasi ini. Masalah utama sebagai pemicu terjadinya proses peledakan
kelimpahan fitoplankton di suatu perairan adalah kodisi lingkungan perairan
tersebut yaitu adanya peningkatan nutrisi yang tidak seimbang pada trofik level
di lapisan eufonik. Peningkatan masuknya nutrisi bisa merupakan proses alami
(seperti proses umbulan atau upwelling, masukan dari air sungai yang tercemar)
atau akibat aktivitas manusia. Selain itu buangan bahan organik diperairan biasanya
berupa bahan nutrisi dari hasil pemupukan (fosfat, nitrogen dan potasium)
sebagai penyumbang utama akan pencemaran di perairan sehingga mengakibatkan
beberapa jenis biota perairan mati (Sediadi & Thoha, 2000).
2.10 Dampak Eutrofikasi
Kondisi
eutrofik sangat memungkinkan algae, tumbuhan air berukuran mikro, untuk tumbuh
berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan fosfat yang
berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini bisa dikenali dengan warna
air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi
semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan
danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. Akibatnya,
kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya
konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk
hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik
sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai
ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air. Permasalahan
lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui mengandung toksin sehingga
membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Algal bloom juga menyebabkan
hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga
dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya
(Anonim, 2011).
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2011.
Dekomposisi zat organik. [terhubung berkala]. www.wordpress.com. [diakses pada
tanggal 28 september 2012, pukul 21.00
Arsyad, S. 2010. Konservasi
Tanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi Lembaga Sumberdaya, IPB. Bogor
Press
Asdak, C. 2002. Hidrologi
dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Penerbit Gadjah Mada University Press,
Bulaksumur, Yogyakarta
________.
2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University. Yogyakarta
Effendi, H. 2003.
Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Kanisius. Yogyakarta
Soemarto,
C. D. 1995. Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga. Jakarta
Sasongko.Dj,
1991. Teknik Sumber Daya Air Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga.
Jakarta
Soewarno.
1991. Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai. Penerbit NOVA.
Bandung
Saud, Ismail. 2008. Jurnal Prediksi Sedimentasi Kali Mas Surabaya. Fakultas Teknik Sipil ITS.
Surabaya
Suripin.
2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. ANDI. Yogyakarta
Sediadi, H., dan A.
Thoha. 2000. Kelimpahan Dan Keanekaragaman Fitoplankton Di Perairan Sekitar
Tambak Di Daerah Kamal, Tangerang, Jakarta. Jurnal. Puslitbang Oseanologi-LIPI.
Jakarta
Utomo,
W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. CV Rajawali. Jakarta
No comments:
Post a Comment
bagaimana menurut kamu?