PENCEMARAN UDARA: DAMPAK PENCEMARAN UDARA PADA
LINGKUNGAN
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Nilai Tugas pada Mata Ilmu
Lingkungan
Disusun Oleh :
Aulia
Haqqy Nurdina J2B 008 013
Novi
Sultonia Farida J2B 008 053
Laras
Saty J2B 009
008
Yuliana
Permata Sari J2B
009 018
Sitta
Maulina Marpaung J2B 009 021
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN
MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perwujudan
kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan.
Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara
dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi
mahluk hidup untuk hidup secara optimal.
Pencemaran
udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber
pencemaran udara dapatberasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,
transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan
kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber
pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti
kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran
udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak
negatif terhadap kesehatan manusia.
Udara
merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu
mendapatkan perhatian yang serius, halini pula menjadi kebijakan Pembangunan
Kesehatan Indonesia 2010 dimana program pengendalian pencemaran udara merupakan
salah satu dari sepuluh program unggulan. Pertumbuhan pembangunan seperti
industri, transportasi, dll disamping memberikan dampak positif namun disisi
lain akanmemberikan dampak negatif dimana salah satunya berupa pencemaran udara
dan kebisingan baik yang terjadi didalam ruangan (indoor) maupun di luar
ruangan (outdoor) yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan terjadinya
penularan penyakit.
Diperkirakan
pencemaran udara dan kebisingan akibat kegiatan industri dan kendaraan bermotor
akan meningkat 2 kali padatahun 2000 dari kondisi tahun 1990 dan 10 kali pada
tahun 2020. Hasil studi yang dilakukan oleh Ditjen PPM & PL, tahun 1999
pada pusat keramaian di 3 kota besar di Indonesia sepertiJakarta, Yogyakarta
dan Semarang menunjukkan gambaran sebagai berikut: kadar debu (SPM) 280 ug/m3,
kadar SO2 sebesar 0,76 ppm, dan kadar NOx sebesar 0,50 ppm, dimana angka
tersebut telah melebihi nilai ambang batas/standar kualitas udara.
Hasil
pemeriksaan kualitas udara disekitar stasiun kereta api dan terminal di kota
Yogyakarta pada tahun 1992 menunjukkankualitas udara sudah menurun, yaitu kadar
debu rata-rata 699 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,03–0,086 ppm, kadar NOx sebesar 0,05
ppm dan kadar Hidro Karbon sebesar 0,35–0,68 ppm. Kondisi kualitas udara di
Jakarta Khususnya kualitas debu sudah cukup memprihatinkan, yaitu di Pulo
Gadung rata-rata 155ug/m3, dan Casablanca rata-rata 680 ug/m3, Tingkat
kebisingan pada terminal Tanjung Priok adalah rata-rata 74 dBA dan di sekitar
RSUD Koja 63 dBA.
Disamping
kualitas udara ambien, kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) juga
merupakan masalah yang perlumendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap
kesehatan manusia. Timbulnya kualitas udara dalam ruangan umumnya disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu kurangnya ventilasi udara (52%) adanya sumber
kontaminasi di dalam ruangan (16%) kontaminasi dari luar ruangan (10%), mikroba
(5%), bahan material bangunan (4%) , lain-lain (13%).
Sumber
pencemaran udara dapat pula berasal dari aktifitas rumah tangga dari dapur yang
berupa asap, Menurut beberapa penelitian pencemaran udara yang bersumber dari
dapur telah memberikan kontribusi yang besar terhadap penyakit ISPA. Dari hasil
penelitian pengaruh pencemaran udara terhadap kesehatan yang dilakukan oleh
FKM–UI tahun 1987 terhadapspesimen darah pekerja jalan tol Jagorawi,
menunjukkan kadar Timah Hitam adalah 3,92-7,59 ug/dl. Kemudian padapengemudi
dan petugas polantas diatas 40 ug/dl. Sedangkan kadar timah hitam di udara kota
Jakarta berkisar antara 0,2-1,8 ug/m3. Diperkirakan 1 ug/dl timbal di udara
sudah dapat menyebabkan tercemarnya darah oleh timbal sekitar 2,5- 5,3 ud/dl. Selanjutnya
akumulasi timbal sebesar 10 ug/dl dalam darah dapat menurunkan tingkat kecerdasan
anak-anak hingga 2,5 poin. Diperkisakan pada tahun 1999 sebesar 1 juta poin
tingkat kecerdasan anak-anak di Jakarta telah hilang.
Hasil
penelitian 1998 pada 131 anak sekolah usia 7 tahun di Jakarta dilaporkan
terdapat kandungan Timbal dalam darah sebesar 7,7 ug/dl. Kejadian kebakaran
hutan beberapa tahun yang lalu memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi
berbagai pihak, khususnya sektor kesehatan. Akibat yang terjadi tidak dapat
dihindarkan adalah menurunnya kualitas udara sampai taraf yang membahayakan
kesehatan dan akhirnya menimbulkan dan meningkatkan gangguan penyakit saluran
pernafasan seperti ISPA, asthma dan pneumonia serta penyakit mata. Tercatat di
beberapa lokasi debu mencapai 10 kali lebih besar dibanding dengan baku mutu
lingkungan yang ditetapkan, dan masyarakat yang memerlukan pengobatan di
berbagai sarana pelayanan kesehatan meningkat tajam. Penderita ISPA pada daerah
bencana asap meningkat sebesar 1,8-3,8 kali lebih besar dari jumlah penderita
ISPA pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya.
Pada
saat kebakaran hutan tahun yang lalu, kualitas udara di wilayah Kalimantan
Barat sudah pada taraf membahayakan. Kesehatan dimana kadar debu mencapai angka
di atas 1.490 ug/m3, dimana batas ambang yang diperkenankan sebesar 230 ug/m3.
Kabut asap akibat kebakaran hutan yang telah merambah ke berbagai propinsi,
seperti Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan Riau, bahkan telah berpengaruh
sampai wilayah manca negara seperti Malaysia dan Thailand.
Mengingat
bahayanya pencemaran udara terhadap kesehatan sebagaimana kasus-kasus tersebut
diatas, maka dipandang perlubagi petugas kesehatan di daerah untuk mengetahui
berbagai parameter pencemar seperti: sifat bahan pencemar, sumber dan
distribusi, dan dampak yang mungkin terjadi juga cara pengendalian, maka
diperlukan suatu pedoman atau acuan dalam rangka meminimalkan terjadi dampak
terhadap kesehatan.
Jenis
parameter pencemar udara dalam buku pedoman ini didasarkan pada baku mutu udara
ambien menurut PeraturanPemerintah Nomor 41 tahun 1999, yang meliputi: Sulfur
dioksida (SO2), Karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida (NO2), Oksidan (O3),
Hidro karbon (HC), PM 10 , PM 2,5, TSP (debu), Pb (Timah Hitam), Dustfall (debu
jatuh). Empat parameter yang lain (Total Fluorides (F), Fluor Indeks, Khlorine
& Khlorine dioksida, Sulphat indeks) akan dibahas kemudian karena merupakan
parameter pencemaran udara yang diberlakukan untuk daerah/kawasan industri
kimia dasar.
1.2 Tujuan
a. Umum
Terwujudnya kualitas
udara yang memenuhi syarat sehingga dapat memberikan kenyamanaan dan kesehatan
bagi masyarakat
b. Khusus
1. Dapat
diketahuinya karakteristik dan sumber pencemar udara di lingkungan.
2. Dapat
diketahuinya dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh parameter pencemar udara
dan dapat mengambil tindakan pengendalian.
BAB II
PARAMETER PENCEMARAN UDARA
2.1 Sulfur Dioksida
Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan
oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida
(SO2) dan Sulfur trioksida (SO3), dan keduanya disebut sulfur oksida (SOx).
Sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar
diudara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif.
Pembakaran bahan-bahan yang mengandung Sulfur akan menghasilkan kedua bentuk
sulfur oksida, tetapi jumlah relatif masing-masing tidak dipengaruhi oleh
jumlah oksigen yang tersedia. Di udara SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar.
Jumlah SO3 yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx. Mekanisme
pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut :
S
+ O2 < --------- > SO2
2
SO2 + O2 < --------- > 2 SO3
SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika
konsentrasi uap air sangat rendah. Jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika
uap air terdapat dalam jumlah cukup, SO3 dan uap air akan segera bergabung
membentuk droplet asam sulfat (H2SO4 ) dengan reaksi sebagai berikut :
SO
SO2 + H2O2 ------------ > H2SO4
Komponen yang normal terdapat di udara bukan SO3
melainkan H2SO4 Tetapi jumlah H2SO4 di atmosfir lebih banyak dari pada yang
dihasilkan dari emisi SO3 hal ini menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal
dari mekanisme lainnya. Setelah berada diatmosfir sebagai SO2 akan diubah
menjadi SO3 (Kemudian menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik
Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor
termasuk jumlah air yang tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spektrum
sinar matahari, Jumlah bahan katalik, bahan sorptif dan alkalin yang tersedia.
Pada malam hari atau kondisi lembab atau selama hujan SO2 di udara diaborpsi oleh
droplet air alkalin dan bereaksi pada kecepatan tertentu untuk membentuk sulfat
di dalam droplet.
Sepertiga dari jumlah sulfur yang
terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam
bentuk SO2. Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2.
Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber alam seperti vulkano dan
terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan oleh bahan
pencemar yang dibuat oleh manusia adalah ditimbulkan oleh bahan pencemar yang
dibuat oleh manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga
terkonsentrasi pada daerah tertentu. Sedangkan pencemaran yang berasal dari
sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Tetapi pembakaran bahan bakar pada
sumbernya merupakan sumber pencemaran Sox, misalnya pembakaran arang, minyak
bakar gas, kayu dan sebagainya Sumber SOx yang kedua adalah dari proses-proses
industri seperti pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri peleburan
baja dan sebagainya. Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang
menghasilkan Sox. Hal ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk
garam sulfida misalnya tembaga ( CUFeS2 dan CU2S ), zink (ZnS), Merkuri (HgS)
dan Timbal (PbS). Kerbanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang
di udara untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu
sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehandaki didalam logam dan biasanya
lebih mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya
dari produk logam akhirnya. Oleh karena itu SO2 secara rutin diproduksi sebagai
produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara.
2.2 Karbon Monoksida
Karbon dan Oksigen dapat bergabung
membentuk senjawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak
sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon
monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara
normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti senyawa CO mempunyai
potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat
dengan pigmen darah yaitu haemoglobin.
Karbon monoksida di lingkungan dapat
terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia,
Korban monoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di
atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam. Sumber CO buatan
antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin.
Berdasarkan estimasi, Jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60
juta Ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor
yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak
bergerak seperti pembakaran batubara dan minyak dari industri dan pembakaran
sampah domestik. Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO
diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok
juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya sendiri dari
asap rokok yang sedang dihisapnya. Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk
dari tungku dapur rumah tangga dan tungku pemanas ruang.
Dalam beberapa penelitian ditemukan kadar CO yang
cukup tinggi didalam kendaraan sedan maupun bus. Kadar CO diperkotaan cukup
bervariasi tergantung dari kepadatan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan
bakar bensin dan umumnya ditemukan kadar maksimum CO yang bersamaan dengan
jam-jam sibuk pada pagi dan malam hari. Selain cuaca, variasi dari kadar CO
juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan bangunan disekitarnya. Pemajanan CO
dari udara ambien dapat direfleksikan dalam bentuk kadar karboksi-haemoglobin
(HbCO) dalam darah yang terbentuk dengan sangat pelahan karena butuh waktu 4-12
jam untuk tercapainya keseimbangan antara kadar CO diudara dan HbCO dalam darah
Oleh karena itu kadar CO didalam lingkungan, cenderung dinyatakan sebagai kadar
rata-rata dalam 8 jam pemajanan Data CO yang dinyatakan dalam rata-rata setiap
8 jam pengukuran sepajang hari (moving 8 hour average concentration) adalah
lebih baik dibandingkan dari data CO yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3
kali pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam sehari. Perhitungan
tersebut akan lebih mendekati gambaran dari respons tubuh manusia tyerhadap
keracunan CO dari udara. Karbon monoksida yang bersumber dari dalam ruang
(indoor) terutama berasal dari alat pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar
fosil dan tungku masak. Kadar nya akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat
tersebut bekerja, tidak memadai ventilasinya. Namun umunnya pemajanan yang
berasal dari dalam ruangan kadarnya lebih kecil dibandingkan dari kadar CO hasil
pemajanan asap rokok.
Beberapa Individu juga dapat terpajan oleh CO karena
lingkungan kerjanya. Kelompok masyarakat yang paling terpajan oleh CO termasuk
polisi lalu lintas atau tukang pakir, pekerja bengkel mobil, petugas industri
logam, industri bahan bakar bensin, industri gas kimia dan pemadam kebakaran.
Pemajanan Co dari lingkungan kerja seperti yang tersebut diatas perlu mendapat
perhatian. Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan mencapai
setinggi 600 mg/m3 dan didalam darah para pekerja bengkel tersebut bisa
mengandung HbCO sampai lima kali lebih tinggi dari kadar nomal. Para petugas
yang bekerja dijalan raya diketahui
mengandung HbCO dengan kadar 4–7,6% (porokok) dan 1,4–3,8% (bukan
perokok) selama sehari bekarja. Sebaliknya kadar HbCO pada masyarakat umum
jarang yang melampaui 1% walaupun studi yang dilakukan di 18 kota besar di
Amerika Utara menunjukan bahwa 45 % dari masyarakat bukan perokok yang terpajan
oleh CO udara, di dalam darahnya terkandung HbCO melampaui 1,5%. Perlu juga
diketahui bahwa manusia sendiri dapat memproduksi CO akibat proses
metabolismenya yang normal. Produksi CO didalam tubuh sendiri ini (endogenous)
bisa sekitar 0,1+1% dari total HbCO dalam darah.
2.3 Nitrogen Dioksida
Oksida Nitrogen (NOx) adalah kelompok
gas nitrogen yang terdapat di atmosfir yang terdiri dari nitrogen monoksida
(NO) dan nitrogen dioksida (NO2). Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya,
tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak diketahui sebagai bahan pencemar
udara. Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau
sebaliknya nitrogen dioksida berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam.
Nitrogen monoksida terdapat diudara dalam jumlah lebih besar daripada NO2.
Pembentukan NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen diudara
sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak oksigen
membentuk NO2. Udara terdiri dari 80% Volume nitrogen dan 20% Volume oksigen.
Pada suhu kamar, hanya sedikit kecendrungan nitrogen dan oksigen untuk bereaksi
satu sama lainnya. Pada suhu yang lebih tinggi (diatas 1210°C) keduanya dapat
bereaksi membentuk NO dalam jumlah banyak sehingga mengakibatkan pencemaran
udara. Dalam proses pembakaran, suhu yang digunakan biasanya mencapai 1210 –
1.765 °C, oleh karena itu reaksi ini merupakan sumber NO yang penting. Jadi
reaksi pembentukan NO merupakan hasil samping dari proses pembakaran.
Dari seluruh jumlah oksigen nitrogen
( NOx ) yang dibebaskan ke udara, jumlah yang terbanyak adalah dalam bentuk NO
yang diproduksi oleh aktivitas bakteri. Akan tetapi pencemaran NO dari sumber
alami ini tidak merupakan masalah karena tersebar secara merata sehingga jumlah
nya menjadi kecil. Yang menjadi masalah adalah pencemaran NO yang diproduksi
oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan meningkat pada tempat-tempat
tertentu. Kadar NOx diudara perkotaan biasanya 10–100 kali lebih tinggi dari
pada di udara pedesaan. Kadar NOx diudara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5
ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk
karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran dan
kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan
pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran
arang, minyak, gas, dan bensin.
Kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi
sepanjang hari tergantung dari intensitas sinar mataharia dan aktivitas
kendaraan bermotor. Perubahan kadar NOx berlangsung sebagai berikut :
a)
Sebelum matahari terbit, kadar NO dan NO2 tetap stabil dengan kadar sedikit
lebih tinggi dari kadar minimum
seharihari.
b)
Setelah aktifitas manusia meningkat ( jam 6-8 pagi ) kadar NO meningkat
terutama karena meningkatnya aktivitas lalulintas yaitu kendaraan bermotor.
Kadar NO tetinggi pada saat ini dapat mencapai 1-2 ppm.
c)
Dengan terbitnya sinar matahari yang memancarkan sinar ultra violet kadar NO2 (
sekunder ) kadar NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm.
d) Kadar ozon meningkat dengan menurunnya kadar NO
sampai 0,1 ppm.
e)
Jika intensitas sinar matahari menurun pada sore hari ( jam 5-8 malam ) kadar
NO meningkat kembali.
f)
Energi matahari tidak mengubah NO menjadi NO2 (melalui reaksi hidrokarbon)
tetapi O3 yang terkumpul sepanjang hari akan bereaksi dengan NO. Akibatnya terjadi
kenaikan kadar NO2 dan penurunan kadar O3.
g)
Produk akhir dari pencemaran NOx di udara dapat berupa asam nitrat, yang
kemudian diendapkan sebagai garamgaram nitrat didalam air hujan atau debu.
Merkanisme utama pembentukan asam nitrat dari NO2 di udara masih terus
dipelajari Salah satu reaksi dibawah ini diduga juga terjadi diudara tetapi
diudara tetapi peranannya mungkin sangat kecil dalam menentukan jumlah asam
nitrat di udara.
h)
Kemungkinan lain pembentukan HNO3 didalam udara tercemar adalah adanya reaksi
dengan ozon pada kadar NO2 maksimum O3 memegang peranan penting dan kemungkinan
terjadi tahapan reaksi sebagai berikut :
O3
+ NO2 ----Ã NO3 + O2
NO3
+ NO2 -----Ã N2O5
N2O5
+ 2HNO3 ----Ã 2HNO3
Reaksi tersebut diatas masih terus dibuktikan
kebenarannya, tetapi yang penting adalah bahwa proses-proses diudara
mengakibatkan perubahan NOx menjadi HNO3 yang kemudian bereaksi membentuk
partikel-partikel.
2.4 Oksidan
Oksidan (O3) merupakan senyawa di
udara selain oksigen yang memiliki sifat sebagai pengoksidasi. Oksidan adalah
komponen atmosfir yang diproduksi oleh proses fotokimia, yaitu suatu proses
kimia yang membutuhkan sinar matahari mengoksidasi komponen-komponen yang tak
segera dioksidasi oleh oksigen. Senyawa yang terbentuk merupakan bahan pencemar
sekunder yang diproduksi karena interaksi antara bahan pencemar primer dengan
sinar. Hidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam produksi oksidan
fotokimia. Reaksi ini juga melibatkan siklus fotolitik NO2. Polutan sekunder
yang dihasilkan dari reaksi hidrokarbon dalam siklus ini adalah ozon dan
peroksiasetilnitrat.
Ozon merupakan salah satu zat pengoksidasi yang
sangat kuat setelah fluor, oksigen dan oksigen fluorida (OF2). Meskipun di alam
terdapat dalam jumlah kecil tetapi lapisan lain dengan bahan pencemar udara
Ozon sangat berguna untuk melindungi bumi dari radiasi ultraviolet (UV-B). Ozon
terbentuk diudara pada ketinggian 30 km dimana radiasi UV matahari dengan
panjang gelombang 242 nm secara perlahan memecah molekul oksigen (O2) menjadi
atom oksigen tergantung dari jumlah molekul O2 atom-atom oksigen secara cepat
membentuk ozon. Ozon menyerap radiasi sinar matahari dengan kuat didaerah
panjang gelombang 240-320 nm. Absorpsi radiasi elektromagnetik oleh ozon
didaerah ultraviolet dan inframerah digunakan dalam metode-metode analitik.
2.5 Hidrokarbon
Struktur Hidrokarban (HC) terdiri
dari elemen hidrogen dan korbon dan sifat fisik HC dipengaruhi oleh jumlah atom
karbon yang menyusun molekul HC. HC adalah bahan pencemar udara yang dapat
berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon, unsur
ini akan cenderung berbentuk padatan. Hidrokarbon dengan kandungan unsur C
antara 1-4 atom karbon akan berbentuk gas pada suhu kamar, sedangkan kandungan
karbon diatas 5 akan berbentuk cairan dan padatan. HC yang berupa gas akan
tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka
HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk
asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu. Berdasarkan struktur
molekulnya, hidrokarbon dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu hidrokarban
alifalik, hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon alisiklis. Molekul hidrokarbon
alifalik tidak mengandung cincin atom karbon dan semua atom karbon tersusun
dalam bentuk rantai lurus atau bercabang.
Sebagai bahan pencemar udara,
Hidrokarbon dapat berasal dari proses industri yang diemisikan ke udara dan
kemudian merupakan sumber fotokimia dari ozon. HC merupakan polutan primer
karena dilepas ke udara ambien secara langsung, sedangkan oksidan fotokima
merupakan polutan sekunder yang dihasilkan di atmosfir dari hasil reaksi-reaksi
yang melibatkan polutan primer. Kegiatan industri yang berpotensi menimbulkan
cemaran dalam bentuk HC adalah industri plastik, resin, pigmen, zat warna,
pestisida dan pemrosesan karet. Diperkirakan emisi industri sebesar 10 % berupa
HC. Sumber HC dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi mesin yang
kurang baik akan menghasilkan HC. Pada umumnya pada pagi hari kadar HC di udara
tinggi, namun pada siang hari menurun. Sore hari kadar HC akan meningkat dan
kemudian menurun lagi pada malam hari. Adanya hidrokarbon di udara terutama
metana, dapat berasal dari sumber-sumber alami terutama proses biologi
aktivitas geothermal seperti explorasi dan pemanfaatan gas alam dan minyak bumi
dan sebagainya Jumlah yang cukup besar juga berasal dari proses dekomposisi bahan organik pada permukaan
tanah, Demikian juga pembuangan sampah, kebakaran hutan dan kegiatan manusia
lainnya mempunyai peranan yang cukup besar dalam memproduksi gas hidrakarbon di
atmosfir.
2.6 Partikel Debu
Partikulat debu melayang (Suspended
Particulate Matter/SPM) merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai
senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang
sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron.
Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama
dalam keadaan melayanglayang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui
saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan,
partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga
mengadakan berbagai reaksi kimia di udara. Partikel debu SPM pada umumnya
mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai ukuran dan
bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya.
Karena Komposisi partikulat debu udara yang rumit,
dan pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah yang
digunakan untuk menyatakan partikulat debu di udara. Beberapa istilah digunakan
dengan mengacu pada metode pengambilan sampel udara seperti : Suspended
Particulate Matter (SPM), Total Suspended Particulate (TSP), balack smake.
Istilah lainnya lagi lebih mengacu pada tempat di saluran pernafasan dimana partikulat
debu dapat mengedap, seperti inhalable/thoracic particulate yang terutama
mengedap disaluran pernafasan bagian bawah, yaitu dibawah pangkal tenggorokan
(larynx ). Istilah lainnya yang juga digunakan adalah PM-10 (partikulat debu
dengan ukuran diameter aerodinamik <10 mikron), yang mengacu pada unsur
fisiologi maupun metode pengambilan sampel.
Secara alamiah partikulat debu dapat
dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari
muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar
yang mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik
seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik.
Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang
tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar.
Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada
umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat
menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran
sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup
penting. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan,
dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh
emisi kendaraan bermotor.
2.7 Dampak Terhadap Kesehatan
Manusia
Pada tingkat konsentrasi tertentu
zat – zat pencemar udara dapat berakibat langsung terhadap kesehatan manusia,
baik secara mendadak atau akut menahun atau kronis/ sub-klinis dan dengan
gejala – gejala yang samar. Dimulai dari iritasi saluran pernafasan, iritasi
mata, dan alergi kulit sampai pada timbulnya kanker paru. Gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh pencemaran udara dengan sendirinya mempengaruhi daya kerja
seseorang, yang berpengaruh pada turunnya nilai produktivitas serta
mengakibatkan kerugian ekonomis pada jangka panjang dan timbulnya permasalahan
sosial ekonomi kelurga dan masyarakat.
Dampak buruk polusi udara bagi
kesehatan manusia tidak dapat dibantah
lagi, baik polusi udara yang terjadi di alam bebas (Outdoor air polution) ataupun yang terjadi di dalam ruangan (indoor air polution). Polusi yang
terjadi di luar ruangan terjadi karena bahan pencemar yang berasal dari
industri, transportasi, sementara polusi yang terjadi di dalam ruangan dapat
berasal dari asap rokok, dan gangguan sirkulasi udara.
Akibat yang timbul pada manusia
karena bahan pencemar udara dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis
bahan pencemar, toksisitasnya, dan ukuran partikelnya. Bahan oksidasi seperti
ozon dan PAN (Peroxya-cetilnitrate)
dapat mengiritasi mukosa saluran pernafasan, yang berakibat pada peningkatan
insiden penyakit saluran pernafasan kronik yang non spesifik (CNSRD= Chronic non Spesific Respiration Diseases),
seperti asma dan bronkitis. Beberapa bahan organik berupa partikel debu dapat
menyebabkan pneumokoniosis, bahan biologis seperti virus, bakteri dan jamur
dapat menimbulkan infeksi dan alergi. Bahan pencemar lain seperti oksida
nitrogen (NOx) dan sulfur dioksida (SO2) juga dapat menimbulkan CNSRD.
Secara umun ada 3 faktor utama yang
berpengaruh dalam proses inhalasi bahan pencemaran kedalam paru –paru, yaitu
komponen fisik, komponen kimiawi dan faktor penjamu (Host). Aspek komponen
fisik adalah keadaan dari bahan yang di inhalasi itu sendiri, apakah berupa
gas, debu, uap, dan lain – lain. Ukuran dan bentuk partikel juga berpengaruh
dalam proses penimbuna pencemaran di paru – paru, demikian juga dengan
kelarutan dan nilai higrospisitasnya. Komponen – komponen kimia dari bahan yang
diinhalasi dapat dalsam saluran pernafasan dapat bereakasi langsung dengan
jaringan disekitarnya. Keasaman dengan tingkata alkalisitas yang tinggi dapat
merusak silia dan sistem enzim. Bahan – bahan pencemar tertentu dapat menimbulkan
fibrosis yang luas di paru –paru, sementara bahan pencemar lain dapat bersifat
sebagai antigen dan menimbulkan antibodi dalam tubuh.
BAB
III
PENUTUP
Hadirnya pencemar udara seperti Nox,
S0x, CO, Ox, TSP, Pb, dan logam berat lainnya sebagai produk samping ektivitas
alamiah pada tingkat tertentu mempunyai pengaruh dan dampak yang sangat buruk
terhadap lingkungan, baik untik kesehatan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan
lingkungan alam itu sendiri.
Akibat-akibat yang timbul pada tubuh
manusia karena bahan pencemar adalah terjadinya iritasi mukosa saluran
pernafasan, yang berakibat pada peningkatan insiden penyakit saluran pernapasan
kronik yang non spesifik (CNSRD-Chronic
non spesific rspiratory), seperti asma dan bronkitis. Beberapa bahan
organik berupa partikel debu dapat menyebabkan pneumokoniosis, bahan biologis
seperti visrus, bakteri dan jamur dapat menimbulkan infeksi dan alergi. Bahan
pencemar lain seperti oksida nitrogen (Nox) dan sulfur dioksida (SO3) juga
dapat mengakibatkan CNSRD.
Pada tingkat-tingkat tertentu,
dampak pencemaran udara ini dapat mengurangi tingkat produktivitas manusia
dalam aktivitasnya dan akan berakibat pula pada sektor lainnya.
Dampak pencemaran lingkungan udara
bagi lingkungan flora dan fauna baik secara primer ataupun sekunder mempunyai
mat arantai yang sama seperti pada manusia, dimana pada tingkat-tingkat
tertentu akan berdampak pada menurunnya tingkat produktivitas pertanian, yang
lain juga akan berakibat pada sektor lainnya. Sementara dampak pencemaran udara
pada material adalah terjadinya korosi dan hilangnya keindahan material
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiono, Afif.
2001. Pencemaran Udara: Dampak Pencemaran
Udara pada Lingkungan. Peneliti Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara.
Pusat Pemanfaatan Sain Atmosfer dan Iklim. Berita Dirgantara Vol. 2 No. 1 Maret
2001
Arthur C. Srern,
Richard W. Boubel, D. Bruce Turner, Donald L. Fox. 1984. Fundameltals of Air Pollution. Second Editition. Academic press.
IND. Tokyo
M.N Rao, H.V.N.
Rao. 1994. Air Pollution. Sixth Reprint.
TATA Mc. Graw Hill. Publishing Company Limited. New Delhi
N. Irving Sax.
1974. Industrial Pollution. Van Nostrand
Reinhold Company. Littion Educational Publishing. INC
P-4 (Bapedalda
DKI). 1991. Himpunan Karangan Ilmiah Di
Bidang perkotaan dan Lingkungan,
Pencemaran udara Vol. 2 Jalan Rasuna Said Kuningan. Jakarta
WHO. 1976.
Manual on Urban Air Quality Managemen. WHO. Regional Office fox Europe.
Copenhagen
WHO. 1978. Photochemical Oxidanf, Enviromental Health
Criteria 7. WHO. Geneva
Share tugas ini...
ReplyDeleteahahaaa iya nih.. kali aja ada yang butuh :D
Delete