Desa Kedungsari memiliki berbagai
macam UKM (Usaha Kecil Menengah) yaitu krupuk pilus, pandai besi, dan monel.
Krupuk
pilus, cita rasa kedungsari punya...
Kabut gerimis masih menggelayut pekat, menarik
hasrat untuk tetap menikmati buai mimpi yang masih saja kuat meski sudah
terganggu kokok ayam di pagi hari, namun di dapur dengan alas tanah dan tungku
kayu milik ibu iptiah, sudah cukup penuh dengan aktifitas pembuatan kerupuk
pilus dan kerupuk rambak. Kegiatan produksi yang telah dimulai sejak tahun 1952
oleh almarhum bapak yasan, ayah dari ibu iptiah, ini terus saja mendapat
perhatian dari para penikmat kuliner di wilayah eks-kawedaan boja (Boja,
Limbangan, dan singorojo), dimana disini adalah satu satunya tempat produksi kerupuk
pilus di wilayah ini. Bu iptiah sudah dikenal baik sebagai penghasil kerupuk
dengan cita rasa unik dan tetap terjaga meskipun lebih dari 60 Tahun sejak
pertama kali berproduksi.
Kerupuk yang diproduksi oleh bu iptiah ini terdapat
dua variasi jenis, yaitu kerupuk rambak, dan kerupuk pilus. Bu iptiah
memproduksi kerupuk rambak dalam skala kecil karena prosesnya yang lebih
panjang dan kompetitor yang lebih banyak. Saat ini beliau lebih banyak memproduksi
kerupuk pilus dimana sejauh ini hanya beliau yang memproduksinya. Keduanya
dibandrol dengan harga yang sangat murah, Rp 200,- per kemasan. Harga yang
mungkin tidak sesuai dengan cita rasa dan ketulusan pembuatannya, “keuntungan
per harinya tidak pernah saya hitung, yang penting cukup buat keluarga kami makan
saja” jawab bu iptiah saat ditanyai mengenai penghasilan usahanya.
Proses pembuatan makanan ringan ini pun ternyata
tidak secepat kita menikmatinya dengan makanan kesukaan kita, atau saat kita
nikmati sebagai kudapan mengisi waktu luang. Perlu waktu setidaknya hampir
seminggu, mulai dari pembuatan adonan yang terdiri dari tepung tapioka, rempah
dan garam, yang selanjutnya dicetak dengan cetakan yang dibuat dengan model
yang diciptakan sendiri, pemotongan adonan yang dilanjutkan pengeringan adonan
selanjutnya masuk dalam tahap penggorengan sehingga kerupuk dapat dinikmati.
Proses pembuatan kerupuk bu iptiah ini masih secara tradisional, dengan dibantu
oleh dua orang tetangga yang beliau berdayakan.
Dalam mencoba meningkatkan nilai jual produk ini,
kami tim KKN kedungsari mencoba untuk memberikan variasi rasa pada kerupuk
pilus ini, antara lain rasa gurih, pedas, dan original, sehingga diharapkan
mampu memberikan pilihan bagi penikmat kuliner tentang rasa yang disukainya.
Sebagai salah satu aset kuliner yang unik, hendaknya perlu dikenali oleh tidak
hanya masyarakat sekitar ekskawedanan Boja, namun juga menjadi salah satu
kuliner warisan dan kebanggaan bangsa Indonesia. (16/01/2013)
Senjata Istimewa Kelurahan Kedungsari
Denting logam yang beradu, dibarengi dengan deru
bara yang di pompa udara, telah menjadi pemadangan selama 38 tahun keseharian
pak Kuntoro. Sosok gempal yang bersahaja ini merupakan salah satu pembuat
senjata logam yang sudah tidak diragukan lagi kualitas hasil tempaannya.
Di bengkel sederhana miliknya ia senantiasa
menerima pesanan para pelanggannya. Dengan kesetiannya selalu menghasilkan
senjata logam yang sangat berkualitas, sehingga sampai sekarang pun masih
menjadi andalan para pencari benda-benda logam nan tajam untuk digunakan para pelanggannya.
Dengan bahan baku per/shockbreaker truck, dalam waktu 1 jam ia dapat menyulap
per bekas mobil menjadi senjata nan tajam. Setiap hari minggu, selasa dan kamis
bengkel sederhananya selalu dipadati oleh pelanggan-pelanggan setianya.
Pelanggan tersebut bisa memesan bendo,
cangkul, sabit dan lain-lain. Dengan membawa uang sebesar 80.000 (delapan puluh ribu rupiah), pelanggan
dapat membawa pulang senjata tajam ini. Memang untuk harga sedikit lebih mahal
di banding dengan harga-harga di pasar. Namun pelanggan tidak akan di kecewakan
dengan kualitas pandai besi pak Kuntoro yang telah lama bekerja di bidangnya.
Dengan ketangguhan senjata tajam buatannya ia
pernah diundang untuk mengikuti pameran di Kab. Kendal, namun selama pameran ia
kurang berhasil menjual hasil tempaannya nan tajam ini. Sekali lagi hal ini di
karenakan pak Kuntoro adalah seorang pandai besi yang lebih mengutamakan
kualitas bukan kuantitas. Dengan pengalamannya selama 38 tahun menjadi pandai
besi dan tutur pelanggan yang kami temui, kami yakin bahwa peralatan yang pak
Kuntoro buat memang baik secara kualitas. (17/01/2013)
Kerajinan Monel Kedungsari
Serpihan
potongan logam kuningan, alat bakar,
tang dan palu tampak menghiasi workshop pak sujud, warga dusun krajan ,desa
kedungsari. Lelaki paruh baya yang juga dikenal sebagai pak mandeg ini telah
lebih dari 15 tahun menekuni usaha pembuatan aksesoris yang berbahan dasar
monel, perak dan kuningan.
Hasil
kerajinan yang diproduksi berupa kalung dan cincin, sebagian besar aksesoris
yang dipasarkan berasal dari Jepara. Pak Mandeg memproduksi sebagian besar
aksesorisnya di Jepara karena modal yang dikeluarkan lebih besar bila di
produksi di Singorojo. Kendala yang dihadapi adalah bahan baku yang lebih susah
didapat waktu musim hujan. Selain itu, alat-alat yang digunakan untuk
membuatnya juga mahal, sehingga Pak Mandeg lebih memilih membeli cincin dari
Jepara untuk kemudian dijual kembali.
Produksi
monel itu tidak dijual satuan melainkan dijual per kodi dengan harga Rp
500.000,00. Para pembeli dapat memesan cincin dengan hisan berupa batu aki, dan
harga dari cincin berbatu aki tersebut tergantung dari harga batu akinya.
Cincin yang menggunakan batu aki dijual dengan harga termurah Rp 25.000,00.
(17/01/2013)
reportase minggu pertama by: desa kedungsari kecamatan singorojo kabupaten kendal
No comments:
Post a Comment
bagaimana menurut kamu?